Bahan Pangan

Intervensi Pangan Pemerintah Dorong Deflasi Beras September 2025

Intervensi Pangan Pemerintah Dorong Deflasi Beras September 2025
Intervensi Pangan Pemerintah Dorong Deflasi Beras September 2025

JAKARTA - Kebijakan intervensi pangan pemerintah terbukti efektif menjaga stabilitas harga beras di tingkat konsumen. 

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan, deflasi yang terjadi pada komoditas beras pada September 2025 menjadi bukti nyata bahwa langkah pemerintah dalam menstabilkan pasokan dan harga pangan berjalan optimal.

“Intervensi stabilisasi perberasan yang dilakukan Perum Bulog berdasarkan penugasan dari Badan Pangan Nasional, memberi andil terhadap situasi perberasan tersebut,” kata Arief dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Beras merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang memiliki andil besar dalam menentukan laju inflasi nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi tahunan pada September 2025 berada di angka 2,65 persen, naik dari Agustus yang tercatat 2,31 persen. 

Meski inflasi umum meningkat, beras justru mengalami penurunan harga atau deflasi 0,13 persen secara bulanan, sehingga memberikan kontribusi signifikan dalam meredam laju inflasi secara keseluruhan.

Faktor Penurunan Harga Beras

Menurut Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, deflasi beras disebabkan oleh beberapa faktor utama. “Penurunan harga beras dipengaruhi masa panen gadu di beberapa wilayah, sehingga pasokan gabah meningkat. 

Selain itu, penggunaan stok gabah di penggilingan juga cukup banyak, sehingga penggilingan menggunakan stok gabah yang tersedia,” jelasnya.

Habibullah menambahkan, penyesuaian harga ini juga dipengaruhi oleh penyaluran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan). Kombinasi antara pasokan yang meningkat, penggunaan stok yang efisien, dan distribusi SPHP menjadi faktor utama penurunan harga beras di tingkat penggilingan, grosir, maupun eceran.

Secara historis, selama empat tahun terakhir (2021-2024), harga beras pada bulan September cenderung mengalami inflasi. Namun pada September 2025, beras justru mencatat deflasi, memberikan andil sebesar 0,01 persen terhadap inflasi secara nasional.

 Kondisi ini menunjukkan efektivitas intervensi pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat.

Peran Pemerintah dan SPHP

Arief Prasetyo menekankan, penurunan harga beras di saat komoditas hortikultura lain seperti cabai dan bawang mengalami kenaikan harga, membuktikan kehadiran pemerintah dalam stabilisasi pangan. 

Penyaluran beras SPHP di pasar tradisional, ritel modern, dan berbagai saluran distribusi turut menjaga ketersediaan stok serta menstabilkan harga di pasaran.

“Apalagi juga ditambah dengan gelontoran bantuan pangan beras selama dua bulan yang menyasar langsung 18,2 juta masyarakat berpendapatan rendah,” kata Arief.

Berdasarkan Panel Harga Bapanas per 1 Oktober 2025, rata-rata harga beras premium turun 0,08 persen dari Rp16.011 per kilogram menjadi Rp15.982 per kilogram. Sementara beras medium turun 0,15 persen dari Rp13.887 per kilogram menjadi Rp13.856 per kilogram.

Realisasi Distribusi Beras SPHP

Pemerintah melalui Perum Bulog telah menyalurkan beras SPHP sebesar 424.520 ton, atau 28,17 persen dari target tahunan 1,5 juta ton untuk 2025. Selain itu, penyaluran bantuan pangan beras periode Juni-Juli 2025 telah mencapai 363.959 ton, atau 99,57 persen dari target 365.541 ton.

Untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat lebih lanjut, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang penyaluran bantuan pangan selama dua bulan lagi, yakni Oktober dan November 2025. 

Bantuan ini berupa 10 kilogram beras per bulan dan 2 liter minyak goreng merek ‘Minyakita’ per bulan, menyasar 18,277 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Efektivitas Kebijakan dan Dampak Sosial

Kebijakan ini bukan sekadar menjaga harga di pasar, tetapi juga memiliki dampak sosial dan ekonomi. Dengan stabilnya harga beras, masyarakat berpendapatan rendah dapat memenuhi kebutuhan pokok tanpa khawatir terjadi lonjakan harga. 

Sementara itu, petani tetap mendapatkan kepastian pasar, karena mekanisme distribusi SPHP dan penyerapan stok oleh Bulog turut menjaga keseimbangan antara produksi dan konsumsi.

Arief menegaskan bahwa intervensi ini menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan pangan dapat menjadi instrumen stabilisasi ekonomi sekaligus alat perlindungan sosial. 

Dengan langkah-langkah ini, masyarakat dapat menikmati harga beras terjangkau, dan petani tetap mendapat dukungan untuk mempertahankan produksi.

“Penyediaan beras yang stabil ini tidak hanya soal harga, tetapi juga soal keamanan pangan, sehingga masyarakat dan petani sama-sama diuntungkan,” kata Arief.

Kesimpulan

Deflasi beras pada September 2025 menjadi bukti bahwa intervensi pemerintah melalui SPHP, penyaluran bantuan pangan, dan pengelolaan stok berjalan efektif. 

Kebijakan ini tidak hanya menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat, tetapi juga memastikan kesejahteraan petani tetap terjaga. 

Dengan adanya perpanjangan bantuan pangan, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga ketahanan pangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index